Jumat, 07 Juni 2013

Kasus Kicauan Twitter Farhat Abbas

Jakarta (ANTARA News) – Pengacara Farhat Abbas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan soal kicauan bernada rasis di Twitter tentang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
“Kalau memang setelah diperiksa dan benar rasis, kita jalani proses hukum,” kata Farhat di Markas Polda Metro Jaya, Kamis.
Farhat mengaku sudah memintaa maaf kepada Ahok soal ucapannya di jejaring sosial pada 9 Januari 2013.
Lewat akun @farhatabbaslaw dia mengatakan, “Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun platnya tetap Cina”.
Anton Medan dan pengacara Ramdan Alamsyah kemudian melaporkan Farhat ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penghinaan bernada diskriminasi kesukuan dan rasis.
Farhat mengaku ucapannya melalui Twitter “tidak bertujuan untuk menyerang Ahok dengan isu rasis dan menghina warga keturunan China.”
Suami penyanyi Nia Daniati itu juga menyebut Anton Medan dan Ramdan memperbesar masalah kecil dari ucapan melalui Twitter.
Farhat Abbas dilaporkan Ramdan Alamsyah selaku Ketua KIMB dengan Pasal 4 juncto Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU PDRE”) dan Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Adapun Ketua Umum DPP PITI, Anton Medan melaporkan Farhat Abbas dengan pasal 4 huruf b angka 1 UU PDRE, serta Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, sebagaimana diberitakan beberapa media online selama ini.
Sebenarnya bagaimana bunyi ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar disangkakannya Farhat Abbas tersebut?
Pasal 4 huruf b angka 1 UU PDRE:
“Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:
Menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;”
Pasal 16 UU PDRE:
“Setiap orang yang dengan sengaja menujukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pasal 28 ayat (2) UU ITE:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
Pasal 45 ayat (2) UU ITE:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dengan ketentuan tersebut, maka saat ini yang sebaiknya dilakukan oleh Farhat Abbas adalah menyiapkan pembelaan hukum terbaik bagi dirinya. Meskipun Farhat Abbas telah melakukan permintaan maaf atas kicauannya.
Hal ini dikarenakan sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUH Acara Pidana), Farhat Abbas dapat dikenakan penahanan.
Sumber : www.antaranews.com

Landasan Teori

Pengertian Cyber crime dan Cyber law
Cybercrime berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan crime yang berarti kejahatan.Jadi secara asal kata cybercrime mempunyai pengertian segala bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya atau internet.
Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1987) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer yang secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.
Cybercrime adalah tidak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama.Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet.Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Dari berbagai sumber pengertian diatas pada dasarnya memiliki satu kesamaan bahwasanya Cybercrime merupakan salah satu tindak kriminal atau tindak kejahatan karena aktifitas cybercrime merugikan pihak korban bahkan ada beberapa kasus cybercrime yang mempunyai dampak lebih besar dari pada tindak kriminal didunia nyata karena kerugian dari cybercrime berupa data-data yang tidak ternilai harganya dapat dirusak bahkan dicuri.
Cyber Law adalah Hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyber law dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, di internet tidak mengenal batas ruang dan waktu.
Netiket
Menurut yunianto dkk (2008:66) “Netiket atau Nettiquette adalah etika dalam berkomunikasi menggunakan internet”. Nettiket yang paling sering digunakan tersebut mengacu pada standar netiket yang ditetapkan IETF (The Internet Engineering task Force). IETF merupakan suatu komunitas masyarakat internasional yang terdiri atas para perancang jaringan, operator, penjual dan peneliti yang terkait dengan evolusai arsitektur dan pengoperasional internet.
Berikut beberapa hal yang merupakan etika dalam melakukan komunikasi melalui internet
1.      Jangan terlalu banyak menguntip.
2.      Perlakukan e-mail secara pribadi.
3.      Hati- hati dalam penggunaan huruf kapital.
4.      Jangan membicarakan orang lain.
Jangan membicarakan orang atau pihak lain, apalagi kejelekanny karena e mail memiliki fasilitas bernama “Forward”, yang mengizinkan si penerima akan meneruskanny (forward) ke orang lain

Undang –Undang ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan /atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan indonesia.
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memnafaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatn melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagi bukti yang sah di pengadilan
UUITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal.

Spyware and Thiefware

1. Spyware
Sesuai dengan namanya, spy yang berarti mata-mata dan ware yang berarti program, maka spyware yang masuk dalam katagori malicious software ini, memang dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita gunakan. Tentu saja, sesuai dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan si empunya. Setelah memperoleh data dari hasil monitoring, nantinya spyware akan melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC tersebut kepada pihak ketiga atau si pembuat spyware. Spyware awalnya tidak berbahaya karena tidak merusak data seperti halnya yang dilakukan virus. Berbeda dengan virus atau worm, spyware tidak berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan yang sama . Modus : perkembangan teknologi dan kecanggihan akal manusia, spyware yang semula hanya berwujud iklan atau banner dengan maksud untuk mendapatkan profit semata, sekarang berubah menjadi salah satu media yang merusak, bahkan cenderung merugikan. Penanggulangan: Jangan sembarang menginstall sebuah software karena bisa jadi software tersebut terdapar spyware.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Thiefware
Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung situs ke situs lain yang mereka kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan yang kita lakukan akan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika menyangkut materi seperti melakukan sembarangan transaksi via internet dengan menggunakan kartu kredit atau sejenisnya. Modus : Nomor rekening atau kartu kredit kita akan tercatat oleh mereka dan kembali dipergunakan untuk sebuah transaksi yang ilegal. (Dari berbagai sumber) penanggulangan : jangan sembarang menggunakan kartu kredit dalam transaksi internet, karena bisa jd no rekening kita disadap oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 31 (1) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengaskses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.
Atau
Pasal 31 (2) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntunga.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Kasus Penghinaan di Facebook Bermotif Cinta Segitiga

BOGOR – Kasus pencemaran nama baik lewat jejaring sosial Facebook yang terjadi di Bogor, Jawa Barat, ternyata berlatarbelakang asmara.
Farah Nur Arafah, kekasih Ujang Romasyah selaku pihak terlapor, mengaku sengaja menulis kalimat hinaan untuk Felly Fandini Julistin Karnories (18), karena cemburu buta.
"Saya kecewa mendengar si Felly menyuruh Ujang memutuskan saya dan pacaran dengan dia," ujar Farah di rumah Ujang di Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/7/2009).
Dalam kondisi emosi, Farah pun menuliskan kalimat hinaan dan caci maki untuk Felly saat berada di Botani Square melalui ponsel miliknya. "Saya sudah pacaran sama Ujang selama dua tahun, kok enak saja dia nyuruh mutusin," ungkapnya.
Berikut petikan naskah hinaan yang ditulis Ujang yang ditujukan kepada Feli. "Hai an*in* lu nggak usah ikut campur gendut. Kayak tante-tante enggak bisa gaya, emang lu siapa. Urus saja diri lu yang jelek kayak ba**. Sok cantik enggak bisa gaya belagu. Nyokap lu nggak sanggup beliin baju buat gaya. Makanya lu punya gaya gendut. Pantat besar lu kayak bagus aja. Emang lu siapanya UJ. Hai gendut ba**s** ya lu a**in*."
Atas kiriman itu, Felly naik pitam dan melaporkan Ujang ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Itu karena Farah menulis status Facebook di atas lewat account Ujang. Perlu diketahui, Ujang adalah teman sejak kecil dengan Felly. Rumah mereka pun berdekatan di Bogor.
Saat artikel ini diposting, Farah masih menjalani proses pemeriksaan oleh Mapolresta Bogor. Dia dianggap melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP, serta kemungkinan akan dikenakan pula UU ITE, Pasal 27 ayat 3.


sumber :
okezone.com

Minggu, 21 April 2013


280 Internet Service Provider di Indonesia Terancam Sanksi Hukum?

Lha kok bisa? Ya itu dia, kalo kasus IM2 dilanjutkan proses hukumnya, maka 280 Internet Service Provider (ISP) bakal bernasib yang sama. Pasalnya PT Indosat Mega Media (IM2) dituding menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G. Sementara kerjasama yang seperti ini juga dilakukan oleh 280 ISP lain. Paling tidak pendapat ini dikemukakan oleh Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia, Samuel A. Pangerapan (Kontan, 11/12/2012) dan Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P. Santosa (Bisnis.com, 12/12/2012).
Pernah baca atau denger Kasus PT Indosat Mega Media (IM2) belom? Udah setahun lho nih. Itu lho, gara-gara Kejaksaan Agung gak bisa bedain antara “jaringan” dan “frekuensi“, kata pak Sofyan Djalil, mantan menteri BUMN (Bisnis.com, 12/12/2012)
Menurut Kejaksaan, IM2 menggunakan dan menjual frekuensi tanpa izin dari pemerintah. Sedangkan menurut banyak pihak, termasuk kementrian komunikasi dan informatika,  IM2 hanya menggunakan jaringan Indosat. Sebagai anak perusahan IM2 tidak memiliki infrastruktur seperti base transceiver station (BTS), seperti dongle Internet yang jaringannya dimiliki Indosat, seperti yang ditutur pak Sofyan.
Bingung ya? Hmm.. analoginya kira-kira begini, seperti juga dikemukakan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Nonot Harsono, seperti dilansir Okezone, 9/12/2012.  Pemerintah diibaratkan memiliki sebidang tanah, dan hanya disewakan kepada Indosat, Telkomsel dan XL untuk mendirikan mall menggunakan namanya masing-masing, tidak boleh ada mall lain atas nama siapapun kecuali ketiga provider ini. Ketiga provider tersebut kemudian mendirikan mall. Setelah selesai, Indosat sebagai pemilik,  menyewakan stand/kios dalam mall tersebut kepada berbagai kalangan, salah satunya adalah IM2. Nah untuk kewajiban sewanya, logikanya IM2 membayar ongkos sewa kepada Indosat bukan kepada pemerintah. Kecuali kalau Indosat melanggar perjanjian dengan membagi tanahnya kepada IM2 untuk mendirikan mall lain atas nama IM2.
Lalu mana yang bener? Entahlah, kalo beda presepsi jadinya runyam. Menurut Kejaksaan, ada tindak pidana karena IM2 dianggap menggunakan frekuensi Indosat tanpa izin pemerintah dan merugikan negara.  Seperti yang dilaporkan tempo, 15/11/2012, pada tahun 2007 Indosat mendapat pita frekuensi 3G bersama Telkomsel dan XL. Namun, Indosat menjual frekuensi ini sebagai Internet Broadband melalui anak usahanya IM2. IM2 dilaporkan tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan pada pita frekuensi 2,1 GHz sehingga dianggap tidak berhak memanfaatkan jalur tersebut.
Karena kejaksaan kesannya ngotot dan tidak mau berkoordinasi dengan kementrian teknis yang ngurusin hal beginian, menurut, Okezone, 11/12/2012, Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, pada tanggal 13/11/ 2012, mewakili pemerintah (regulator) telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Kejaksaan Agung, dan ditembuskan kepada Presiden, Wakil Presiden, Menko Perekonomian, Kepala BPKP, dan Kepala BKPM. Surat bernomor T-684/M.KOMINFO/ KU.O4.01/11/2012, menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) INDOSAT-IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan, yaitu Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo Pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan PP No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi.
Namun ‘anehnya’, Kejaksaan Agung tidak merespon keterangan Menkominfo sebagai regulator telekomunikasi tersebut, apalagi kedua lembaga negara ini pasti bertemu dalam sidang kabinet.
Bukannya ada koordinasi baik, malah sekarang  masing-masing pihak bersikukuh pada pendiriannya. Kejaksaan tetap ngotot melanjutkan perkara ini, sedangkan Kemenkominfo sudah menyatakan dengan jelas bahwa  tidak ada pelanggaran hukum. Bahkan sejak kasus ini digulirkan, hingga saat ini Kejaksaan Agung  telah menetapkan Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2 dan mantan Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam  sebagai tersangka (Kontan, 11/12/2012)
Selain menetapkan tersangka, dan menyatakan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, kepada tempo , 14/12/2012, dalam pengembangan penyidikan kasus IM2 ini, tim penyidik pidana khusus telah memeriksa 30 orang saksi, yakni tiga ahli dari BPKP, pakar hukum pidana, dan ahli teknologi informasi.  Lha ini ahli teknologi informasi yang mana? Yang pasti, kemenkominfo memiliki pendapat yang lain.
Semakin ruwet saja perjalanan kasus ini, dikhawatirkan dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Seperti yang disampaikan Tifatul Sembiring, kepada Kompas.com,  11/12/2012.  Perlu diketahui, IM2 sebagai anak perusahaan PT Indosat Tbk,  kepemilikan sahamnya dipegang oleh Qatar Telecom (Qtel). Oleh karena itu, Tifatul khawatir sebagai pemain global, Qtel akan hengkang dari Indonesia.
Sinyal yang disampaikan Tifatul tentu saja serius, karena menurut Presiden Direktur & CEO Indosat Alexander Rusli, ada surat resmi dari pemerintah Qatar ke pemerintah RI terkait kasus IM2. Seperti yang dilansir oleh Detik, 06/12/2012.
Selain Tifatul, kekecewaan pun datang dari 15 asosiasi industri telekomunikasi, mereka keberatan dengan sikap Kejaksaan Agung meneruskan masalah ini ke meja hijau, seperti yang dilansir kontan, 11/12/2012. Bahkan asosiasi lain seperti Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI), Indonesia Telecom User Group (IDTUG), Indonesia Wirelesss Broadband (ID-WiBB), Indonesia Wireless Internet Indonesia (INDOWLI), dan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) juga menyatakan pendapat yang sama.
Karena begitu banyak pihak yang keberatan, apakah kasus ini dapat dihentikan karena Kejagung telah melimpahkan berkas dan tersangka kasus tersebut ke Kejari Jakarta Selatan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta? Entahlah. Namun menurut penasihat hukum mantan Dirut IM2 Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan, seperti  dilansir oleh Inilah.com, 26/12/2012, kasus ini bisa saja dihentikan seperti kasus Bibit-Chandra dengan SKPP.  ”Jadi yang namanya berkas lengkap itu bukan berarti harus ke pengadilan, itu sudah diatur dalam pasal 139 KUHAP,” kata Luhut. “Permintaan SP3 ini punya dasar-dasar yang kuat dan menyangkut kepentingan khalayak ramai,” menurutnya
Lebih lanjut menurut Luhut, Kalau IM2 dinyatakan melanggar hukum, maka semua pasti kena, sampai warnet bisa dipenjara. Bisa begitu? Kembali lagi ke judul tulisan ini, kalau memang demikian, bisa jadi 280 ISP terancam hal yang sama  dan mungkin banyak pihak akan “teriak” nantinya, terutama bagi pelanggan internet. Semoga saja, rakyat tidak dirugikan, keadilan dapat ditegakkan dan iklim investasi tidak mengganggu perekonomian nasional.


Jumat, 19 April 2013

Kasus Video Porno "Ariel"


Kasus ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses. 


Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP

 

Sumber : http://ourcreated.blogspot.com/2012/05/contoh-studi-kasus-cyber-law.html

Kasus Penggelapan Uang

    Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet. Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan menggunaka komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.